Art Original
Penistaan Agama dalam Prespektif Pemuka Agama Islam
Salah satu masalah dalam pengaturan larangan penodaan agama di Indonesia ialah karena UU No.1 PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan Penyalahgunaandan/atau penodaan agamaitu mengaitkan kejahatan sebagaimana disebutpada pasal156aKUHP dengan hokum administrative, yaitu perlunya penerbitan surat peringatankepada pihak pihak pelaku penodaan agamasebelum dikenai pasaqql 156a tersebut.Demikian pendapat sebagaian kelompok masyarakat , sedangkan sebagaian masyarakat lain berpendapat bahwa pasal 156a KUHP itu berdiri sendiridan tidak harus dikaitkan dengan pasal 1 dan 2 UU No.1 PNPS Tahun 1965. Dalam dua kali penanganan perkara uji materi UU No.1 PNPS Tahun 1965 dan pasal 156a KUHP, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak gugatan para penggugat untuk menghapuskan kedua aturan hokum tersebut. MK memandang bahwa kedua aturan perundangan tersebut adalah Konstitusional dan masih relevan keberadaannya untuk dipertahankan meskipun MK mengakui perlunya penyempurnaan untuk UU No.1 PNPS Tahun 1965. Salah satu pertanyaan yang muncul sekarang ialah apakah penyempurnaan itu memang diperlukan sekarang dan bagaimana bentuk penyempurnaannya kedepan?. Inilah antara lain hal hal yang hendak dijawab oleh penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Tahun 2013, melalui serangkaian wawancara dengan para pemuka Agama khususnya para pemuka agama Islam di sejumlah provinsi di Indonesia. Sebelumnya penelitian itu juga menanyakan tingkat pemahaman para pemuka agama tersebut tentang UU No.1 PNPS Tahun 1965. Disinilah letak pentingnya penelitian tersebut yang hasilnya dituangkan dalam buku Laporan penelitian ini.
Tidak tersedia versi lain